You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Temiyang
Desa Temiyang

Kec. Kroya, Kab. Indramayu, Provinsi Jawa Barat

Selamat datang di Website Resmi Desa Temiyang, Kecamatan Kroya, Kabupaten Indramayu. - Klik Layanan Mandiri pada menu Layanan untuk membuat surat secara online dari manapun. - Klik Pengaduan Warga pada menu Layanan untuk mengadukan sesuatu. -

Profil Desa Temiyang

Admin 01 Januari 2023 Dibaca 229 Kali
Profil Desa Temiyang

Temiyang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kroya, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Desa Temiyang terbagi menjadi tujuh dusun, sembilan RW, dan 24 RT. Luas wilayahnya sekitar 1.336 hektare atau kurang lebih 13.360.000 meter persegi. Dusun-dusun di Desa Temiyang meliputi Kedung Rengas, Babakan Bajing, Bangong, Rancawas, Bogor, Cilegeh, dan Bakung.

Demografi

Jumlah penduduk Desa Temiyang pada tahun 2020 sekitar 10.743 jiwa, terdiri dari 5.308 laki-laki dan 5.435 perempuan. Terdapat 3.371 kepala keluarga (KK), dengan 2.200 di antaranya tergolong sebagai Rumah Tangga Miskin (RTM).

Geografi

Peta-Desa-Temiyang

Gambar: Peta Desa Temiyang.

Desa Temiyang merupakan desa yang terletak di bagian barat Kecamatan Kroya, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berada pada ketinggian sekitar 22 meter di atas permukaan laut, berjarak sekitar 43 km dari ibu kota Kabupaten Indramayu dan 7 km dari pusat Kecamatan Kroya.

Adapun batas-batas wilayah Desa Temiyang adalah sebagai berikut:

Sejarah Singkat

Sebelum menjadi sebuah desa, wilayah Temiyang merupakan hutan belantara yang jarang dijamah, bahkan pernah digunakan sebagai tempat persembunyian oleh musuh Pemerintah Hindia Belanda. Karena letaknya yang terpencil namun strategis di jalur perlintasan menuju wilayah Haurgeulis, Belanda menganggap daerah ini sebagai titik penting yang perlu dikendalikan. Oleh karena itu, wilayah ini dijadikan bagian dari program Transmigrasi untuk membuka lahan dan membentuk permukiman baru sebagai bentuk pengawasan wilayah.

Sejumlah warga dari Tegal dan Brebes yang awalnya direncanakan untuk transmigrasi ke HaurGeulis menggunakan kereta api dihentikan oleh pihak Belanda di sekitar Stasiun Cilegeh. Mereka kemudian diarahkan untuk menetap di kawasan Temiyang dan Wanguk, dengan alasan lokasi tersebut dianggap lebih cocok untuk pembukaan permukiman baru sekaligus untuk pengendalian wilayah sekitar.

Seiring berjalannya waktu, para transmigran tersebut menetap secara permanen dan membentuk komunitas yang berkembang menjadi Desa Temiyang. Hingga kini, masyarakat desa masih mempertahankan adat dan budaya leluhur mereka, termasuk penggunaan bahasa Jawa dengan dialek Tegal-Brebes dalam kehidupan sehari-hari.

Asal Usul Nama Temiyang

Menurut cerita para sesepuh atau tokoh masyarakat setempat, nama "Temiyang" berasal dari frasa Manunggaling Kawula Gusti, yang berarti “rakyat dan penguasa bersatu.” Ungkapan ini mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan antara masyarakat dengan pemimpinnya. Dalam konteks modern, makna tersebut selaras dengan nilai-nilai nasionalisme, yaitu rasa kebersamaan dalam satu komunitas desa yang menumbuhkan cinta terhadap tanah kelahiran.

Secara historis, Desa Temiyang dahulu dikenal dengan nama Tamiyang. Istilah Tamiyang berasal dari kata “Tamiang” yang memiliki makna sebagai simbol pelindung dan senjata para Dewata Nawa Sanga dalam mitologi Hindu. Simbol ini dianggap melambangkan perputaran roda kehidupan. Penggunaan kata Tamiyang diyakini merujuk pada peran wilayah ini sebagai tameng atau benteng persembunyian pada masa lampau. Seiring berjalannya waktu, penyebutan dan penulisan “Tamiyang” berubah menjadi “Temiyang”, dan nama desa pun resmi menjadi Desa Temiyang.

Pemekaran

Dahulu, wilayah Desa Temiyang sangat luas, mencakup lebih dari 5.000 hektare. Namun, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan administratif, wilayah desa mengalami beberapa kali pemekaran.

Pada tahun 1980, saat Desa Temiyang dipimpin oleh Kuwu Tarisah (menjabat tahun 1979 hingga 1989), dilakukan pemekaran pertama yang menghasilkan berdirinya Desa Jayamulya. Desa Jayamulya kemudian dipimpin oleh Kuwu Mail yang menjabat dari tahun 1980 hingga 1986.

Selanjutnya, pada tahun 1982, terjadi pemekaran kedua yang melahirkan Desa Temiyangsari. Desa ini dipimpin oleh Kuwu Rawita, yang lebih dikenal dengan sebutan Kuwu Rameh, dan menjabat dari tahun 1982 hingga 1988.

Daftar Kuwu Desa Temiyang

Berikut adalah daftar nama-nama Kuwu (Kepala Desa) yang pernah menjabat di Desa Temiyang sejak berdirinya pemerintahan desa pada tahun 1910.

No Nama Masa Jabatan
1 SEWEN Tahun 1910 - 1925
2 KASDI Tahun 1925 - 1932
3 CASMA Tahun 1932 - 1939
4 KARSIWEN Tahun 1939 - 1942
5 CASMA Tahun 1942 - 1945
6 JANGJANA Tahun 1945 - 1948
7 CASTAM Tahun 1948 - 1954
8 SURYA Tahun 1954 - 1964
9 KALIMAH Tahun 1964 - 1979
10 TARISAH Tahun 1979 - 1989
11 ENDI Tahun 1989 - 1998
12 RADIWAN Tahun 1998 - 2008
13 TARJONO Tahun 2008 - 2014
14 Drs. ADE SUTRISNO Tahun 2014 - 2021
15 SOFYAN HADI Tahun 2021 - Sekarang

Pemerintah Desa Temiyang telah berdiri sejak tahun 1910 dan pertama kali dipimpin oleh Kuwu Sewen. Saat ini, Desa Temiyang dipimpin oleh Kuwu Sofyan Hadi yang mulai menjabat sejak tahun 2021 dengan masa jabatan selama 8 tahun, yaitu hingga tahun 2029.

Keadaan Sosial Ekonomi

Desa Temiyang merupakan desa agraris, sehingga sebagian besar perekonomian dan mata pencaharian penduduknya bergantung pada sektor pertanian. Dari total 3.371 Kepala Keluarga pada tahun 2020, sekitar 80% penduduk bekerja sebagai petani. Selebihnya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI/POLRI, dan pedagang.

Lahan pertanian di Desa Temiyang terdiri atas lahan persawahan yang beririgasi serta lahan tegalan, yaitu lahan kering dengan kondisi tanah yang masih tergolong labil.

Desa Temiyang juga memiliki pasar tradisional bernama Pasar Cilegeh, yang lebih dikenal dengan sebutan Pasar Pagi. Pasar ini beroperasi setiap hari mulai pukul 03.00 WIB hingga 07.00 WIB. Para pedagang dan pembeli berasal dari Desa Temiyang maupun desa-desa sekitar seperti Temiyangsari, Jayamulya, dan Babakan Jaya.

Pendidikan

Berikut adalah data fasilitas pendidikan formal yang terdapat di Desa Temiyang.

Fasilitas Pendidikan Taman Kanak-Kanak SD / Sederajat SLTP / Sederajat SLTA / Sederajat
Jumlah Unit 3 unit 5 unit 3 unit 1 unit

Taman Kanak-kanak:

SD / Sederajat:

SLTP / Sederajat:

SLTA / Sederajat:

Kesehatan

Berikut adalah fasilitas kesehatan yang tersedia di Desa Temiyang.

Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit Umum Puskesmas Polindes Apotek Posyandu Toko Obat
Jumlah Unit - 1 unit - - 11 unit 1 unit

Puskesmas Temiyang:

Alamat: Jl. PU Temiyangsari No.07, Kecamatan Kroya, Kabupaten Indramayu

Kontak: 082130337902

Facebook: Temiyang Rempeg

Posyandu:

  • Posyandu Melati 1 – Blok Kedung Rengas & Blok Bangong

  • Posyandu Melati 2 – Blok Babakan Bajing

  • Posyandu Melati 3 – Blok Rancawas RT.003 & RT.004

  • Posyandu Melati 4 – Blok Rancawas RT.005

  • Posyandu Melati 5 – Blok Rancawas RT.006

  • Posyandu Melati 6 – Blok Rancawas RT.007

  • Posyandu Melati 7 – Blok Rancawas RT.008 & Blok Bogor

  • Posyandu Melati 8 – Blok Cilegeh RT.022 & Blok Bakung RT.023

  • Posyandu Melati 9 – Blok Cilegeh RT.016

  • Posyandu Melati 10 – Blok Cilegeh RT.013 & RT.015

  • Posyandu Melati 11 – Blok Cilegeh RT.012

Toko Obat:

Alamat: Jl. PU Temiyang

Adat Istiadat

  • Sedekah Bumi merupakan salah satu upacara adat masyarakat yang berupa prosesi seserahan hasil bumi kepada alam sebagai bentuk rasa syukur. Upacara ini biasanya ditandai dengan pesta rakyat yang diadakan di balai desa, lahan pertanian, atau tempat-tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat. Tradisi ini telah diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang dan berkembang luas di Pulau Jawa, khususnya di wilayah dengan budaya agraris yang kuat.
  • Upacara Ngunjung atau Munjung adalah upacara tradisional yang umum dilaksanakan oleh masyarakat di wilayah Cirebon, Indramayu, dan sekitarnya. Kata ngunjung berasal dari kata "kunjung", yang berarti mengunjungi. Dalam konteks ini, upacara dilakukan untuk mengunjungi makam leluhur sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan, serta untuk berdoa memohon keselamatan. Lokasi pelaksanaan biasanya berada di makam tokoh keagamaan atau leluhur yang dianggap keramat, sekaligus menjadi pengingat untuk melestarikan tradisi dan nilai budaya.